Ratusan umat Kristiani di sebuah daerah di Pakistan terancam digusur dari rumah mereka setelah Mahkamah Agung negara itu memutuskan bahwa rumah-rumah itu berada di tanah milik negara.
Sedikitnya ada 450 keluarga Katolik yang rumahnya dilaporkan hancur dalam sepekan terakhir, sementara sekitar seribu lainnya dijadwalkan untuk dibuldoser dalam beberapa hari mendatang.
“Ini adalah krisis sipil yang bersamaan dengan tragedi kemanusiaan, dan otoritas kota menanggapi krisis sipil, tetapi tidak menanggapi krisis kemanusiaan,” ungkap situs berita online Crux mengutip imam Australia Pastor Robert McCulloch, prokurator jenderal dari Serikat Misionaris St. Kolumban.
Pastor McCulloch mengatakan masalah perambahan sudah mengakar di Pakistan, di mana orang-orang menempati tanah milik pemerintah.
Ia mengatakan hal itu sudah dimulai dalam 30 atau 40 tahun terakhir ketika orang-orang dari wilayah Punjab pindah ke kota.
Imam itu mengatakan bahwa ketika orang pertama kali mulai berdatangan, orang Kristen – sebagian besar Katolik – mulai menetap di pinggiran kota. Mereka menetap di gubuk sementara yang akhirnya menjadi rumah permanen.
“Tidak diragukan lagi bahwa mereka menyerobot tanah tempat mereka menetap,” kata pastor itu.
“Tapi mereka telah lama mendapat pasokan air dan gas, yang membuat mereka yang tinggal di sana merasa stabil,” tambahnya.
“Fakta bahwa mereka semua membayar pajak kepada perwakilan dewan kota di daerah mereka, baik secara terbuka maupun rahasia, membuat mereka percaya bahwa mereka memiliki hak hukum atas tanah tersebut,” kata imam yang tinggal di Pakistan dari tahun 1978 hingga 2011.
“Penyerobotan lahan terjadi di seluruh negera itu, tetapi yang menderita adalah mereka yang tidak punya uang” untuk membayar pejabat publik.
Imam itu mengatakan bahkan Perdana Menteri Imran Khan membangun rumahnya di atas tanah publik di Islamabad.