Home LiCAS.news Bahasa Indonesia Features (Bahasa) Caritas bantu petani India bangkit lagi setelah topan dahsyat

Caritas bantu petani India bangkit lagi setelah topan dahsyat

Hanya butuh waktu satu malam bagi topan dahsyat untuk menghancurkan harapan Ram Prasad Misra untuk mendapatkan hasil yang menguntungkan dari lahan seluas dua hektar di negara bagian Odisha, di pesisir India timur, pada tahun 2019.

Misra masih mengingat dengan jelas bagaimana hari yang cerah berubah menjadi gelap yang menandai topan yang melanda desa Ektal dan daerah sekitarnya, menghanyutkan tempat tinggal, menumbangkan pohon-pohon, dan menghancurkan tanaman yang siap panen.

Keesokan paginya ketika topan sudah berhenti, ia tidak lagi menemukan satupun ketumbar atau tanaman cabai miliknya.




“Tidak ada apa-apa di sana. Sulit dipercaya bahwa kerja keras seorang petani selama berbulan-bulan untuk bercocok tanam, tidak ada yang tersisa,” kata Misra kepada LiCAS.news.

“Tahun itu, saya tidak mendapat satu sen pun. Otoritas pemerintah kemudian memberikan bantuan tetapi terlalu sedikit bahkan tidak bisa menutupi biaya pertanian dasar,” katanya.

Tahun berikutnya bahkan menjadi tahun yang lebih genting bagi petani itu. Erosi tanah dan lapisan lumpur besar-besaran akibat topan telah menghancurkan ladangnya, sehingga memaksa ayah tiga anak itu mencari mata pencaharian di tempat lain.

“Keluarga saya di ambang kelaparan. Tidak ada tanaman berarti tidak ada pendapatan,  dan tanpa uang, Anda tidak bisa bayangkan hidup di dunia ini seperti apa,” katanya.

- Newsletter -

Misra bekerja sebagai salesman di toko kelontong lokal tetapi hanya menghasilkan 2.500 rupee atau sekitar US$ 30 sebulan.

Nasib petani-petani lain di desa Misra dan dusun sekitarnya akibat topan 2019 juga sama buruknya.

Sadhashiv Ram, seorang petani kecil di desa Sonepur, memiliki setengah hektar biji-bijian minyak yang siap dipanen ketika badai melanda dan menghancurkan semuanya.

Ram mengatakan, bukan masalah siklon itu saja yang telah membuat kehidupan menjadi sulit bagi warga di wilayah pesisir yang sering dilanda bencana alam.

“Rumah bisa dibangun kembali tapi tanahnya sudah hancur dan seringkali tidak cocok untuk tumbuh-tumbuhan. Ini adalah fakta yang sangat berbahaya,” kata Ram kepada LiCAS.news.

Untuk membantu komunitas petani yang menderita, Caritas Jerman tahun lalu bersama dengan Caritas India meluncurkan proyek yang mencakup 28 desa di Odisha untuk membantu para petani melakukan diversifikasi usaha dan mempertahankan usaha mereka berjalan.

Juru bicara Caritas, Anjan Beg, mengatakan para petani yang bergabung dengan proyek tersebut dilatih untuk mengadopsi praktik pertanian inovatif, termasuk metode konservasi lahan dan air, serta sistem pertanian terintegrasi.

Misra menghadiri sesi pelatihan pada bulan Juni tahun lalu bersama petani lainnya.

“Saya diajari cara bertani organik. Juga cara budidaya benih, pembuatan pupuk alami dan tanaman apa yang harus dimanfaatkan sehingga dengan biaya murah dapat mendapatkan hasil yang maksimal,” kata Misra.

Setelah pelatihan, dia menerapkan apa yang dia pelajari dan berhasil menabur berbagai tanaman seperti labu, kentang, dan tomat.

Ram Prasad Misra di kebunnya di desa Ektal, Odisha. (Foto disediakan)

“Hasilnya mengejutkan. Metode dengan tingkat konsumsi air rendah, lebih sedikit pupuk kimia, dan mekanisme ramah tanah sangat menguntungkan,” kata Misra. “Sebelumnya, hasil panen saya tidak lebih dari 500 kg. Ada peningkatan sekitar delapan kali lipat dan dengan biaya yang jauh lebih rendah,” katanya.

Direktur Caritas India, Pastor Paul Moonjely mengatakan bahwa bagian pesisir India telah mengalami bencana alam akibat perubahan iklim.

“Badai dan gelombang pasang yang merusak telah menjadi rutinitas,” kata Pastor Moonjely. “Erosi pesisir relatif lebih rentan terhadap perubahan iklim, yang membawa dampak negatif serius bagi wilayah pesisir karena sebagian besar masyarakat menggantungkan mata pencahariannya pada pertanian,” ujarnya.

Pastor Moonjely mengatakan kemitraan Caritas India dengan Caritas Jerman terbukti sangat bermanfaat bagi mereka yang berasal dari komunitas pesisir yang terkena dampak yang bergabung dalam program tersebut.

Salah satunya adalah Ram, yang kehilangan setengah are tanaman sayur biji untuk minyak. Dia sekarang bertani organik.

“Cara pertanian organik membalikkan keadaan. Saya biasanya mendapat sekitar 100 rupee sekitar US$ 1 sehari,” kata Ram.

“Sekarang saya berpenghasilan tiga kali lebih banyak dari itu. Itu karena metode adaptasi iklim telah mengajari kami untuk menanam apa, kapan, dan bagaimana mempraktikkan pertanian yang aman,” katanya.

© Copyright LiCAS.news. All rights reserved. Republication of this article without express permission from LiCAS.news is strictly prohibited. For republication rights, please contact us at: [email protected]

Support Our Mission

We work tirelessly each day to tell the stories of those living on the fringe of society in Asia and how the Church in all its forms - be it lay, religious or priests - carries out its mission to support those in need, the neglected and the voiceless.
We need your help to continue our work each day. Make a difference and donate today.

Latest