Home LiCAS.news Bahasa Indonesia Church & Society (Bahasa) Uskup Agung di India sebut bencana COVID-19 akibat agenda politik pemerintah

Uskup Agung di India sebut bencana COVID-19 akibat agenda politik pemerintah

Uskup Agung Emeritus Thomas Menamparampil menggambarkan pandemi saat ini sebagai "tragedi bangsa " yang tidak mendengarkan saran para ahli

Seorang uskup Katolik di India mengatakan “ideologi” para pemimpin politik menjadi akar dari bencana COVID-19 di negara itu terbesar kedua dunia itu.

“Mereka tidak mendengarkan peringatan dari para ahli. Agenda politik mereka lebih diutamakan daripada perlindungan rakyat, ” kata Uskup Agung Emeritus Thomas Menamparampil dari Guwahati.

Uskup agung itu menggambarkan pandemi di India sebagai “tragedi negara yang terlalu berkomitmen pada mitosnya daripada mendengarkan peringatan para ahli.”




Uskup agung dari tarekat Salesian yang berusia 84 tahun itu mengatakan kepada situs berita AsiaNews dalam sebuah wawancara bahwa cara pihak berwenang India menangani pandemi “sangat tidak jelas”.

Pada hari Rabu, 12 Mei, laporan media mengatakan sejumlah mayat terdampar di tepi Sungai Gangga karena orang India tidak lagi bisa mengimbangi kematian dan kremasi yang mencapai sekitar 4.000 orang setiap hari.

India saat ini menyumbang satu dari tiga kematian yang dilaporkan akibat virus corona di seluruh dunia, menurut penghitungan Reuters, dan sistem kesehatannya sangat kewalahan.

Wilayah pedesaan India tidak hanya kekuarangan fasilitas perawatan kesehatan, tetapi sekarang juga kekurangan kayu bakar untuk mengkremasi sesuai tradisi Hindu.

Pihak berwenang mengatakan pada hari Selasa bahwa mereka sedang menyelidiki penemuan sejumlah mayat yang mengambang di Sungai Gangga di dua negara bagian yang terpisah.

- Newsletter -

Jumlah infeksi rata-rata harian selama tujuh hari mencapai rekor 390.995 pada hari Selasa, dengan 3.876 kematian, menurut kementerian kesehatan India.

Data kematian resmi COVID-19, yang menurut para ahli hampir pasti tidak dilaporkan, berada di kisaran seperempat juta.

Uskup Agung Menamparampil, yang menjadi prelatus Guwahati, ibu kota negara bagian Assam di timur laut India hingga tahun 2012, mengatakan situasi saat ini di negara itu “masih belum dapat dijelaskan”.

Uskup Agung Emeritus Thomas Menamparampil dari Guwahati, Assam. (Foto disediakan)

Uskup mengatakan mesin propaganda pemerintah terlalu sibuk membawa masyarakat ke dalam dunia khayalan merayakan kemenangan diri.

“Mereka menyebarkan mitos tentang kebesaran kuno yang didirikan di atas masa lalu yang legendaris,” katanya, seraya menambahkan bahwa oportunis dengan narasi aneh hanya untuk menyenangkan para pembuat kebijakan.

Prelatus itu mengatakan “kebesaran India,” yang didasarkan pada sejarah otentik, telah rusak oleh proses tersebut.

“Saat ini semua laporan resmi yang dibuat di India telah kehilangan kepercayaan internasional bahkan pada hal-hal seperti hasil ekonomi, statistik pertumbuhan,” katanya.

Uskup Agung Menamparampil mengutip kasus Pastor Stan Swamy, imam Yesuit berusia 84 tahun, yang dipenjara karena diduga melakukan penghasutan.

Pastor Swamy ditangkap pada 8 Oktober 2020 oleh Badan Investigasi Nasional karena diduga terkait dengan Partai Komunis India (Maois) yang dilarang dan atas dugaan keterlibatannya dalam konspirasi untuk memicu kekerasan kasta.

“Mereka yang kritis (terhadap pemerintah) dituduh menghasut,” kata Uskup Agung Menamparampil, menambahkan bahwa umat Kristen, minoritas di India, harus “sangat berhati-hati.”

Ia mengatakan orang-orang harus mempertanyakan kebijakan resmi dan mengkritik keputusan yang dapat menjadi bencana bagi masyarakat, “tetapi pada saat yang sama belajar untuk berdialog dengan komunitas mayoritas dan bekerja demi kewajaran dan sikap yang adil.”

“Ini bukanlah pekerjaan yang mudah,” kata uskup itu. “Kita harus melakukannya bersama-sama dengan semua orang yang berkehendak baik,” tambahnya.

Gelombang kedua pandemi virus corona di India telah meningkatkan seruan untuk lockdown nasional dan itu membuat semakin banyak negara bagian memberlakukan pembatasan yang lebih ketat, yang telah meinmbulkan kerugian bisnis dan ekonomi yang lebih luas. -Laporan tambahan dari Reuters

© Copyright LiCAS.news. All rights reserved. Republication of this article without express permission from LiCAS.news is strictly prohibited. For republication rights, please contact us at: [email protected]

Support Our Mission

We work tirelessly each day to tell the stories of those living on the fringe of society in Asia and how the Church in all its forms - be it lay, religious or priests - carries out its mission to support those in need, the neglected and the voiceless.
We need your help to continue our work each day. Make a difference and donate today.

Latest