Home LiCAS.news Bahasa Indonesia Church & Society (Bahasa) Uskup se-Asia hormati Pastor Stan Swamy sebagai 'martir kaum terpinggirkan'

Uskup se-Asia hormati Pastor Stan Swamy sebagai ‘martir kaum terpinggirkan’

Kardinal Charles Maung Bo, presiden FABC, mengatakan Pastor Swamy, SJ telah berhasil mendefinisi ulang arti imamatnya, memperluas altarnya ke jalan-jalan dan perbukitan

Federasi Konferensi Waligereja Asia (FABC) berduka atas kematian imam Pastor Stanislaus Lourduswamy, SJ yang dikenal sebagai Stan Swamy, dan menyebutnya “martir orang-orang yang terpinggirkan.”

Imam asal India itu meninggal pada 5 Juli pada usia 84 setelah ditahan selama delapan bulan dalam penjara atas tuduhan melakukan teror karena aktivismenya membela kasta terendah dalam masyarakat India.

Dalam sebuah pernyataan, Kardinal Charles Maung Bo dari Yangon, presiden FABC, mengatakan Pastor Swamy berhasil mendefinisikan ulang imamatnya, memperluas altarnya ke jalan-jalan dan perbukitan di sudut-sudut ketidakadilan yang memprihatinkan.




Kardinal Bo mengatakan imam Yesuit yang dikenal atas upayanya mengadvokasi hak-hak masyarakat adat di India telah membagikan ‘kabar sukacita tentang martabat dan keadilan manusia terutama di kalangan masyarakat adat Adivasi.

“Sudah terlalu lama, suku-suku yang tidak bersalah berjalan dengan susah payah pada jalan Salib yang sangat berat yang ditimbulkan pada mereka oleh keserakahan perusahaan dan hukum yang tidak adil,” kata Kardinal Bo.

Ia mengatakan “perjuangan tak kenal lelah Pastor Swamy untuk membebaskan komunitas-komunitas yang terpinggirkan ini membawanya ke puncak Kalvari, penahanan, perampasan dan kematian.”

“Dia mati sebagai murid Kristus yang sejati,” tambah kardinal itu.

Kardinal Bo membandingkan Pastor Swamy dengan Mahatma Gandhi, orang kudus yang hidup untuk orang miskin, ditangkap dan dipenjarakan di bawah undang-undang hasutan oleh pejabat Inggris pada masanya.

- Newsletter -

“Kami bahagia bahwa Pastor Stan Swamy juga mengikuti jalan tanpa kekerasan Gandhi, cinta kasih yang besar bagi mereka yang berada di pinggiran. Dia adalah santo terbaru dari orang miskin India modern,” kata kardinal.

Kardinal mengatakan bahwa bulan-bulan terakhir imam Yesuit ditahan di ranjang rumah sakit “adalah tragedi paling menyayat hati dari seorang pria tak bersalah yang dianiaya karena berbuat baik.”

“Penahanan boleh membatasi ruang geraknya, tetapi dalam kematiannya, warisannya dibebaskan, menginspirasi ribuan orang di setiap bagian India dan dunia,” kata Kardinal Bo.

Para imam dan biarawati Katolik memegang spanduk selama protes menentang penangkapan pastor Pastor Stan Swamy SJ di negara bagian Jharkhand, India timur, yang ditahan atas dugaan keterlibatannya dalam kasus Bhima Koregao pada Oktober 21, 2020. (Foto oleh Noah Seelam/AFP)

Para pemimpin Gereja Katolik di India juga mengungkapkan kesedihan atas kematian imam Yesuit itu.

“Pastor Stan bekerja tanpa lelah bagi orang kurang mampu dan tertindas, memberi mereka martabat dan derajat hidup,” kata Kardinal Oswald Gracias, presiden konferensi waligereja Katolik India.

Ia mengatakan penahanan imam Yesuit itu “sangat menyakitkan” dan menambahkan bahwa ia telah bekerja “dengan tekad bulat untuk orang miskin.”

Keuskupan Agung Ranchi, tempat imam Yesuit itu berkarya selama bertahun-tahun, menggambarkan imam itu sebagai “pejuang hak-hak warga suku, pejuang keadilan dan simbol keberanian.”
Dalam sebuah pernyataan, Uskup Agung Ranchi Mgr Felix Toppo dan Uskup Auksilier Mgr Theodore Mascarenhas mengatakan penahanan Pastor Swamy adalah “refleksi buruk dari mereka yang menangkap orang yang tidak bersalah dan pengadilan yang menolak untuk memberinya jaminan.”

“Burung beo yang dikurung, sekarang bernyanyi di surga tetapi darahnya melumuri tangan kita,” kata para uskup.

Kardinal Bo mengatakan misi Pastor Swamy akan berlanjut dan tidak akan pernah menyerah pada kejahatan. Ia menambahkan bahwa dalam kematiannya “ia telah menyinari ketidakadilan yang menjadi norma di dunia.”

Ia mengatakan bahwa masyarakat adat telah menjadi “korban untuk kepentingan perusahaan dan pendukung politik mereka.”

Kardinal juga mengatakan bahwa selama ribuan tahun, masyarakat adat telah melindungi “paru-paru Asia” tetapi sekarang “wabah keserakahan, telah mengobarkan perang melawan tanah dan orang-orang ini.”

“Pastor Stan Swamy meninggal saat menemani suku-suku tak berdaya dalam perjuangan dan mimpi mereka. Sembari berkabung atas kematiannya, kami juga berkomitmen pada mimpinya tentang dunia baru yang adil dan damai,” kata Kardinal Bo.

Imam dan aktivis sosial Pastor Stan Swamy, SJ beberapa hari sebelum penangkapannya. (Tangkapan layar YouTube/Jharkhand Janadhikar Mahasabha)

Pastor Swamy menderita serangan jantung pada 4 Juli pukul 4:30 pagi dan dipasangi ventilator, tetapi setelah itu dia tidak pernah sadar.

Ia ditahan sejak tahun lalu setelah ditangkap atas tuduhan melanggar Undang-Undang (Pencegahan) Kegiatan Melanggar Hukum.

Pihak berwenang India menuduh imam itu mendukung kelompok komunis terlarang melalui organisasi hak asasi yang dia bentuk.

Pihak berwenang melabeli Komite Solidaritas Tahanan Politik yang Dianiaya, sebuah organisasi hak asasi manusia yang dijalankan imam itu, sebagai organisasi garis depan kelompok Maois dan ekstremis.

Bagaicha, sebuah organisasi yang didirikan oleh Pastor Swamy untuk memberdayakan kelompok suku Adivbasis, juga ditandai sebagai front komunis.

Pastor Swamy menjadi orang tertua di India yang menghadapi tuduhan terkait teror bersama dengan 15 orang lainnya termasuk aktivis hak asasi manusia, jurnalis, dan cendekiawan yang ditangkap sehubungan dengan insiden kekerasan berbasis kasta tahun 2018 yang dikenal secara lokal sebagai kasus Bhima Koregaon.

Para pendukung imam itu mengatakan ia dicap anti-nasionalis dan dipenjara karena perjuangannya untuk penerapan undang-undang yang telah disahkan oleh parlemen untuk warga suku dan hak konstitusional mereka.

Lahir dalam keluarga petani di negara bagian Tamil Nadu, India selatan, Pastor Swamy  bergabung dengan Yesuit saat berusia 20 tahun. Dia telah melayani sebagai imam selama lebih dari 50 tahun.

© Copyright LiCAS.news. All rights reserved. Republication of this article without express permission from LiCAS.news is strictly prohibited. For republication rights, please contact us at: [email protected]

Support Our Mission

We work tirelessly each day to tell the stories of those living on the fringe of society in Asia and how the Church in all its forms - be it lay, religious or priests - carries out its mission to support those in need, the neglected and the voiceless.
We need your help to continue our work each day. Make a difference and donate today.

Latest