Home LiCAS.news Bahasa Indonesia Church & Society (Bahasa) Relikui para martir pertama Korea diidentifikasi dengan tes DNA

Relikui para martir pertama Korea diidentifikasi dengan tes DNA

Beato Paul Yun Ji-chung dan James Kwon Sang-yeon, keduanya Katolik dari latar belakang bangsawan, dipenggal pada tahun 1791 karena melanggar ritual Konfusianisme

Relikui tiga martir Katolik tertua di Korea telah diidentifikasi dengan tes DNA, Keuskupan Jeonju mengumumkan pada hari Rabu.

Relikui Beato Paul Yun Ji-chung dan dua rekannya dikonfirmasi oleh Gereja Katolik setelah melalui penyelidikan selama berbulan-bulan yang melibatkan penelitian sejarah dan analisis DNA.

Para martir yang diidentifikasi sebagai Paul Yun Ji-chung, James Kwon Sang-yeon, dan Francis Yun Ji-heon termasuk di antara ribuan umat Katolik pertama yang disiksa dan dieksekusi di bawah kekuasaan dinasti Choson yang berlangsung selama 500 tahun.




Jenazah mereka ditemukan di luar Jeonju di Korea Selatan saat renovasi situs Katolik bersejarah di daerah Wanju, kata Uskup Jeonju Mgr John Kim Son-tae dalam suratnya.

“Penemuan ini benar-benar peristiwa yang luar biasa dan monumental. Ini karena gereja kami, yang tumbuh atas dasar darah para martir, akhirnya menemukan sisa-sisa mereka yang telah berada pada urutan pertama dalam sejarah kemartiran kami,” kata uskup itu.

Beato Paul Yun Ji-chung dan James Kwon Sang-yeon, keduanya Katolik dari latar belakang keluarga bangsawan, dipenggal pada tahun 1791 karena melanggar ritual Konfusianisme.

Agama Kristen di Korea berasal dari abad ke-18, ketika para ahli Korea mendengar tentang penyebaran agama di Tiongkok. Mereka pergi ke Tiongkok untuk belajar agama Kristen di bawah misionaris Katolik. Mereka kembali keKorea untuk mengajarkan iman, dan menerima ribuan orang yang pindah agama bahkan meskipun tanpa adanya imam.

- Newsletter -

Paul Yun Ji-chung (윤지충 ) adalah seorang sarjana dari keluarga bangsawan yang dibaptis pada tahun 1787, ketika berusia 28 tahun, setelah mempelajari ajaran Katolik selama tiga tahun.

Ia mewartakan Injil dan mempertobatkan banyak anggota keluarganya, termasuk ibunya, yang meminta pemakaman secara Katolik, daripada ritual tradisional Konfusianisme, pada saat kematiannya. Hal ini membuat marah pengadilan kerajaan, yang memerintahkan penangkapannya bersama dengan James Kwon Sang-yeon.

Martir Korea (WikiMedia)

James Kwon Sang-yeon (권상연 ) berasal dari keluarga sarjana terkenal di Korea. Setelah mendengar Injil, ia meninggalkan semua studi lain untuk fokus pada ajaran Katolik. Ia menjadi seorang Katolik sekitar usia 36 tahun.

Sebuah kutipan yang dikaitkan dengannya berbunyi: “Saya lebih suka memilih hukuman mati daripada melanggar ajaran Gereja.”

James Kwon ditangkap dan diinterogasi bersama Paul Yun pada tahun 1791. Keduanya menolak untuk meninggalkan iman Katolik mereka maupun untuk menyerahkan nama umat Katolik lainnya. Mereka dipenggal pada 8 Desember 1791. Paul Yun berusia 32 tahun dan James Kwon berusia 40 tahun.

“Mereka mengatakan bahwa mati bagi Tuhan di bawah pisau adalah suatu kehormatan besar,” tulis gubernur dalam laporannya kepada istana kerajaan.

Keluarga mereka mendapat izin dari gubernur untuk menerima jenazah mereka, dan mereka merendam saputangan dalam darah yang mengalir dari luka para martir itu. Dilaporkan terjadi kesembuhan pada saat itu ketika orang sakit menyentuh saputangan itu.

Francis Yun Ji-heon (윤지헌 ) adalah adik dari Paul Yun Ji-chung, yang mengajarkan katekese padanya. Setelah saudaranya menjadi martir, Francis Yun terpaksa meninggalkan kampung halamannya, dan terus menulis buku-buku agama dan membuat banyak orang menerima iman Katolik.

Ia pun ditangkap pada tahun 1801 pada usia 37 tahun, disiksa dengan keji dan interogasi di kantor gubernur Jeonju.

“Saya tidak dapat meninggalkan ajaran Gereja yang sangat saya cintai yang telah menembus jauh ke dalam tulang saya dan menjadi bagian dari tubuh saya. Saya tidak punya pilihan selain mengatakan saya akan mati untuk itu 10.000 kali … Saya tidak takut pada hukum negara karena saya sangat percaya pada doktrin surga dan neraka, ” katanya seperti yang tercatat.

Francis Yun menjadi martir di Jeonju dengan cara tubuhnya dipotong-potong pada 24 Oktober 1801. Istri dan anak-anaknya diasingkan.

Uskup Kim mengatakan dalam pengumumannya bahwa proses kanonik untuk memeriksa bukti-bukti telah berakhir pada 18 Agustus dengan sebuah deklarasi bahwa relikui dari tiga orang beato itu asli.

“Ini adalah kehendak Tuhan untuk mengizinkan kami melihat relikui para para martir pertama sehingga kami dapat meniru spiritualitas mereka. Dunia tempat kita tinggal saat ini sedang jatuh ke dalam kegelapan. … Masyarakat kita telah lama memprioritaskan uang dan kesehatan daripada Tuhan, individualisme daripada solidaritas,” kata Kim.

Prelatus itu berharap refleksi tentang “spiritualitas kemartiran dapat memperbarui diri kita dan zaman kita.”

Umat Katolik di Korea merayakan kesaksian para martir Katolik di negara mereka sepanjang bulan September dan puncaknya akan dirayakan pada pesta para Martir Korea pada 20 September.

St. Andrew Kim Taegon dipenggal pada tahun 1846 pada usia 25 tahun. (Tangkapan layar YouTube)

Tahun ini Gereja juga merayakan ulang tahun ke-200 kelahiran imam pertama Korea, St. Andrew Kim Taegon.

Pada abad ke-19, jumlah orang Kristen yang dibunuh karena menolak untuk menyangkal Kristus berkisar antara 8.000 hingga 10.000 orang.

Paus Fransiskus membeatifikasi Paul Yun Ji-chung, James Kwon Sang-yeon, dan Francis Yun Ji-heon bersama dengan 121 martir Korea lainnya pada Agustus 2014.

“Kemenangan para martir, kesaksian mereka akan kuasa kasih Tuhan, terus menghasilkan buah hari ini di Korea, di Gereja yang menerima pertumbuhan dari pengorbanan mereka,” kata paus.

TAGS: Korea, martir Korea, santo Korea

Photo1: Paul Yun Ji-chung, Pastor Jacob Ju Mun-mo, Simon Hwang Il-gwang, Rugalda Yi Sun-i, Maria Yi Seong-rye, Anna Yi Si-im, John Yu Jung-cheol, dan Columba Gang Wan- suk. (Foto milik The Kyunghyang Shinmun)

© Copyright LiCAS.news. All rights reserved. Republication of this article without express permission from LiCAS.news is strictly prohibited. For republication rights, please contact us at: [email protected]

Support Our Mission

We work tirelessly each day to tell the stories of those living on the fringe of society in Asia and how the Church in all its forms - be it lay, religious or priests - carries out its mission to support those in need, the neglected and the voiceless.
We need your help to continue our work each day. Make a difference and donate today.

Latest