Home LiCAS.news Bahasa Indonesia News (Bahasa) Cina mewajibkan pemilik ponsel baru memindai wajah mereka

Cina mewajibkan pemilik ponsel baru memindai wajah mereka

Pemerintah Cina telah memperkenalkan peraturan baru yang mewajibkan orang memindai wajah mereka saat mendaftarkan layanan telepon seluler baru.

Peraturan tersebut, yang bertujuan untuk memverifikasi identitas ratusan juta pengguna internet, mulai berlaku pada 1 Desember.

Sebagian besar pengguna di Cina mengakses internet melalui ponsel mereka.

Beijing mengatakan ingin melindungi hak dan kepentingan orang-orang di dunia maya.

Selain menunjukkan kartu identitas mereka dan mengambil foto mereka ketika mendaftar untuk kontrak telepon, orang-orang juga akan dipindai wajah mereka untuk memverifikasi agar tidak menggunakan identitas palsu.

Beijing ingin memastikan semua orang menggunakan internet melakukannya dengan menggunakan identitas “nama asli” mereka.

Aturan yang sudah ada mengharuskan platform internet untuk memverifikasi identitas asli pengguna sebelum membiarkannya memposting konten online.

- Newsletter -

Kementerian Perindustrian dan Teknologi Informasi mengatakan aturan baru itu bertujuan untuk melengkapi peraturan yang ada.

Orang-orang di Cina menggunakan ponsel mereka di dalam kereta bawah tanah di Beijing pada 19 Mei 2018 (foto shutterstock.com)

Jeffrey Ding, seorang ahli kecerdasan buatan Cina di Universitas Oxford, mengatakan bahwa langkah itu adalah untuk meningkatkan keamanan dunia maya dan mengurangi penipuan internet.

Tetapi itu juga memungkinkan pihak berwenang untuk memantau penduduknya. “Ini berkaitan dengan upaya yang sangat tersentralisasi untuk mencoba mengawasi semua orang, atau setidaknya ambisinya seperti itu,” katanya kepada situs berita BBC.

Di wilayah Xinjiang, pengenalan wajah digunakan untuk memantau dan menargetkan  Muslim Uyghur dan etnis minoritas lainnya untuk ditahan di kamp pendidikan ulang, melalui kamera pengintai, menurut laporan New York Times.

Di tempat lain di Cina, pemindaian diterapkan untuk mengawasi populasi, seperti pada jaringan kereta bawah tanah di beberapa kota, atau untuk membayar barang di toko-toko dan supermarket, tetapi peningkatan penggunaannya menyebabkan kekhawatiran.

Pengguna media sosial telah menyuarakan kekhawatiran tentang semakin banyaknya informasi tentang mereka yang dipegang.

“Orang-orang semakin dipantau secara ketat,” kata salah satu pengguna situs web microblogging Sina Weibo.

Kekhawatiran lain adalah bahwa alih-alih menjaga data pribadi, hal itu dapat membuat orang lebih berisiko terhadap pelanggaran privasi.

Yang lain mengatakan bahwa informasi seperti itu sedang dikumpulkan tanpa persetujuan orang.

“Mendapatkan data pribadi orang membutuhkan persetujuan mereka, sesuai dengan hukum dan peraturan China, tetapi dalam kenyataannya, teknologi pengenalan wajah banyak digunakan, tanpa diketahui masyarakat,” Lao Dongyan, seorang profesor hukum di Universitas Tsinghua, mengatakan pada sebuah seminar di Beijing minggu lalu seperti dilaporkan South China Morning Post.

Bulan lalu, seorang profesor hukum di provinsi Zhejiang Cina timur menggugat sebuah taman margasatwa setelah mengganti sistem masuk berbasis sidik jari dengan yang menggunakan pengenalan wajah.

“Begitu teknologi ini digunakan dalam skala besar, kami tidak punya tempat untuk bersembunyi,” kata pengacara yang berbasis di Beijing Wang Xinrui kepada South China Morning Post.

“Risiko teknologi pengenalan wajah sangat tinggi dan berjangkauan jauh.”

© Copyright LiCAS.news. All rights reserved. Republication of this article without express permission from LiCAS.news is strictly prohibited. For republication rights, please contact us at: [email protected]

Support Our Mission

We work tirelessly each day to tell the stories of those living on the fringe of society in Asia and how the Church in all its forms - be it lay, religious or priests - carries out its mission to support those in need, the neglected and the voiceless.
We need your help to continue our work each day. Make a difference and donate today.

Latest