Home LiCAS.news Bahasa Indonesia Features (Bahasa) Tuduhan genosida Rohingya: Suu Kyi siap bela Myanmar dari 'campur tangan asing'

Tuduhan genosida Rohingya: Suu Kyi siap bela Myanmar dari ‘campur tangan asing’

Pengacara utama dalam sidang mendatang tentang genosida  Myanmar menginginkan agar Mahkamah Internasional (ICJ) Perserikatan Bangsa Bangsa mendesak agar penyidik diizinkan masuk ke negara itu.

“Kami akan meminta pengadilan untuk memerintahkan Myanmar untuk membuka akses bagi badan-badan PBB yang diberi wewenang oleh PBB untuk mengumpulkan fakta,” kata Paul Reichler, kepala Litigasi dan Arbitrase Internasional di firma hukum Foley Hoag yang berpusat di Amerika Serikat. “Kami berharap pengadilan akan memerintahkan Myanmar untuk mengizinkan akses ke wilayahnya untuk tujuan ini.”

Foley Hoag disewa oleh Gambia untuk memimpin tim hukumnya di Den Haag di Belanda, di mana sidang pembukaan dalam kasus yang menuduh genosida terhadap Rohingya, minoritas Muslim di Myanmar, akan berlangsung mulai 10-12 Desember.

Myanmar akan diwakili oleh Penasihat Negara dan Menteri Luar Negeri Aung San Suu Kyi, yang akan “membela kepentingan nasional Myanmar,” menurut sebuah pernyataan pemerintah. Suu Kyi memenangkan Hadiah Nobel Perdamaian 1991 dan merupakan tahanan politik junta militer Myanmar selama 15 tahun, di mana ia dikagumi secara internasional karena perjuangannya melawan kediktatoran.

Myanmar membatasi akses ke daerah-daerah yang dilanda konflik di negara itu, membuat daerah-daerah itu terlarang bagi sebagian besar jurnalis asing dan organisasi internasional, yang berarti bahwa Reichler “pasti akan mendapatkan bukti di Bangladesh dan di tempat lain.”

Tim Reichler akan memanfaatkan serangkaian laporan PBB yang terdahulu dan dokumen jurnalisme yang memenangkan penghargaan yang mendokumentasikan kekejaman terhadap Rohingya.

“Kami akan mengandalkan bukti yang sudah dikumpulkan oleh badan-badan internasional yang sangat kredibel,” tambah Reichler, mengutip karya Pelapor Khusus PBB untuk Myanmar Profesor Yanghee Lee, dan Misi Pencari Fakta Independen Internasional Dewan HAM di Myanmar, yang sebelumnya tahun ini menuduh tentara “memiliki niat genosida untuk menghancurkan populasi Rohingya.”

Anggota minoritas Muslim Rohingya Myanmar yang dianiaya berjalan melalui jalan yang rusak di Teknaf di Cox’s Bazer, Bangladesh pada 11 September 2017. (Foto oleh shutterstock.com)
- Newsletter -

Lebih dari 700.000 Rohingya melarikan diri dari Myanmar ke Bangladesh selama 2016 dan 2017 setelah militer Myanmar melancarkan serangkaian pembalasan atas serangan militan terhadap polisi perbatasan dan pos-pos militer. Hampir semua Rohingya yang tersisa di Myanmar ditahan di kamp dan tempat-tempat pelarian mereka setelah serangan sebelumnya pada tahun 2012. Hampir 100.000 Rohingya juga melarikan diri ke Malaysia.

Namun, proses hukum yang diajukan pada 11 November oleh Gambia, atas nama Organisasi Kerjasama Islam (OKI), mengklaim bahwa operasi militer di daerah berpenduduk Rohingya dekat Myanmar-Bangladesh adalah “tindakan genosida” dan “dimaksudkan untuk untuk menghancurkan Rohingya sebagai kelompok.”

Selain menempatkan Myanmar pada dakwaan genosida, OKI meminta perintah “tindakan sementara” dari ICJ yang diperlukan untuk mencegah kerusakan lebih lanjut terhadap orang-orang Rohingya sementara kasus ini masih dalam proses. “Sangatlah mendesak untuk mencari langkah-langkah ini untuk mencegah hilangnya nyawa tambahan,” jelas Reichler.

Baik Myanmar dan Gambia adalah pihak dalam Konvensi PBB pasca-Perang Dunia II tentang Pencegahan dan Hukuman Kejahatan Genosida, di mana kasus ini, yang diperkirakan akan berlangsung setidaknya tiga tahun, dibawa ke ICJ.

Sementara Myanmar dan pemimpinnya yang dulu ikonik, Suu Kyi, telah dikritik secara internasional karena pengusiran Rohingya, ada sedikit dukungan di negara itu bagi minoritas yang hak kewarganegaraannya dirampas sejak 1982 dan yang telah menanggung beban beberapa serangan militer sejak akhir 1970-an.

Muslim Rohingya melakukan protes di luar Kedutaan Besar Myanmar di Kuala Lumpur, Malaysia pada 25 November 2016. (Foto oleh shutterstock.com)

PBB telah menyalahkan penumpasan Rohingya pada beberapa jenderal terkemuka, dan meskipun Aung San Suu Kyi tidak mengontrol militer, yang memiliki 25 persen kursi di parlemen dan memegang tiga kementerian keamanan utama, mantan tokoh perlawanan itu telah menunjukkan sedikit simpati untuk Rohingya sejak mengambil alih kendali pemerintah Myanmar pada tahun 2016.

“Daw [gelar kehormatan Myanmar] Suu telah membuktikan bahwa dia akan berusaha sekuat tenaga untuk melindungi para jenderal Myanmar yang terkait genosida untuk menjaga kerukunan dengan para jenderal militer ini,” kata Kyaw Win, pendiri Jaringan Hak Asasi Manusia Burma.

Suu Kyi dan Liga Nasional untuk Demokrasi (NDL) sedang menghadapi tahun pemilihan dengan pemungutan suara dalam pemilihan parlemen yang akan berlangsung pada November 2020. Pemilu 2015, pemilihan pertama yang bebas dan adil di Myanmar sejak 1990, dilaksanakan setelah hampir enam dekade militer memerintah dan partai NLD Suu Kyi menang telak.

Sementara ekonomi Myanmar terus tumbuh, dengan target ekspansi 6,5 persen untuk 2018/19 dan 6,7 persen untuk 2020/21, pertumbuhan ini berasal dari tingkat rendah setelah beberapa dekade pemerintahan militer yang membuat ekonomi Myanmar terisolasi. Dan meskipun kemiskinan yang terus berlanjut dan kekecewaan atas lambatnya reformasi tidak menghasilkan prediksi bahwa Suu Kyi yang dihormati di dalam negeri akan kalah pemilu, kasus ICJ adalah kesempatan untuk menggelorakan citranya menjelang pemungutan suara dengan mempertahankan negara dari campur tangan orang asing.

“Dia ingin membuat percikan di ICJ itu sendiri, untuk mengubah pengadilan itu menjadi kotak sabun politik,” kata Khin Zaw Win, seorang analis politik Myanmar yang, seperti Suu Kyi, seorang tahanan junta militer lama.

Ratusan pendukung pemerintah muncul akhir pekan lalu di sebuah aksi umum mendukung keputusan Aung San Suu Kyi untuk melakukan perjalanan ke Den Haag untuk kasus ini. “Aksi unjuk rasa mendukung Aung San Suu Kyi mulai memanas. Ini adalah hadiah yang dikirim dari surga untuk kampanye pemilu,” kata Khin Zaw Win.

© Copyright LiCAS.news. All rights reserved. Republication of this article without express permission from LiCAS.news is strictly prohibited. For republication rights, please contact us at: [email protected]

Support Our Mission

We work tirelessly each day to tell the stories of those living on the fringe of society in Asia and how the Church in all its forms - be it lay, religious or priests - carries out its mission to support those in need, the neglected and the voiceless.
We need your help to continue our work each day. Make a difference and donate today.

Latest