Amnesty International mendesak Malaysia untuk tidak menghentikan reformasi hak asasi manusia yang vital, meskipun pemerintahan negara itu mengalami perombakan.
Menyusul pengunduran diri secara tak terduga Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad awal pekan ini, Mahathir setuju untuk tetap sebagai Perdana Menteri sementara dan mengawasi pemerintah baru atas permintaan raja.
Selama masa transisi yang tidak pasti ini, Amnesty International mendesak negara tersebut untuk tidak melupakan “agenda reformasinya”.
“Perubahan dalam pemerintahan Malaysia tidak boleh menghentikan reformasi hak asasi manusia yang sangat penting. Hingga saat ini, komitmen pemerintah terhadap perubahan hak asasi manusia lebih lambat dari yang diinginkan, tetapi patut diapresiasi,” kata Direktur Regional Amnesty International Nicholas Bequelin.
“Pengumuman seperti niat untuk membatasi penggunaan hukuman mati, melonggarkan batasan pada kebebasan berekspresi dan berkumpul secara damai, dan melakukan reformasi polisi yang lama terhenti, cukup menggembirakan.”
Bequelin mengatakan akan menjadi “bencana” jika pemerintahan baru tidak melakukan “agenda reformasi,” dan menambahkan bahwa kepemimpinan baru negara itu harus terus menghormati hak asasi manusia.
“Tes litmus akan menjadi kemajuan dari proses reformasi penting, termasuk penghapusan UU Sedisi dan hukuman mati wajib, serta melakukan reformasi hak-hak lain yang dijanjikan kepada rakyat Malaysia ketika mereka memilih pemerintah baru pada 2018 ,” katanya.
Tokoh dan lawan politik yang bersaing selama puluhan tahun, Mahathir, 94, dan Anwar Ibrahim, 72, keduanya mengincar pekerjaan perdana menteri. Saat ini keputusan ada di tangan raja untuk memutuskan siapa berikutnya yang akan memerintah negara itu, atau apakah pemilihan baru harus diadakan.
Mahathir pada 26 Februari mengusulkan pemerintahan terpadu tanpa ikatan partai politik.
Raja telah bertemu dengan 222 anggota parlemen terpilih selama dua hari dalam upaya untuk mengakhiri krisis yang terjadi pada saat Malaysia sedang menghadapi perekonomian yang lesu dan dampak dari virus corona.
Pengunduran diri Mahathir memecah belah koalisi dengan Anwar yang telah mencetak kemenangan mengejutkan dalam pemilihan pada tahun 2018, dan bukan bagian dari janji sebelum pemilihan bahwa Mahathir pada akhirnya akan menyerahkan kekuasaan kepada Anwar.
Anwar mengatakan pada 26 Februari bahwa dia menentang pembentukan “pemerintah pintu belakang” dan bahwa tiga partai dari koalisi yang berkuasa sebelumnya Pakatan Harapan telah mengusulkan namanya kepada raja sebagai kandidat perdana menteri.
“Kami menunggu keputusan raja,” katanya dalam sebuah konferensi pers.
Tambahan dari Reuters