Home LiCAS.news Bahasa Indonesia News (Bahasa) Rumah Sakit di Filipina berjuang keras hadapi lonjakan pasien corona

Rumah Sakit di Filipina berjuang keras hadapi lonjakan pasien corona

Setidaknya empat rumah sakit swasta besar di Metro Manilla sangat membutuhkan bantuan karena ribuan pekerja garis depan mereka dikarantina di tengah pandemi virus corona, yang telah menewaskan enam dokter dan menginfeksi puluhan tenaga medis.

Satu demi satu, The Makati Medical Center, The Medical City di Pasig, St. Luke’s Medical Center di Taguig dan Quezon City menyerukan penerapan segera arahan Departemen Kesehatan yang mewajibkan bangsal khusus COVID-19 di fasilitas pemerintah.

Seruan itu muncul empat hari setelah 11 rumah sakit meminta tanggapan negara secara komprehensif terhadap krisis, yang telah menewaskan sedikitnya 35 pasien dan menginfeksi 552 lainnya.




“Kepanikan meningkat, kematian meningkat, persediaan peralatan perlindungan pribadi kami semakin menipis,” bunyi pernyataan dari rumah sakit-rumah sakit itu.

Ia menambahkan bahwa garda terdepan semakin berkurang “karena banyak dari mereka dikarantina atau kelelahan secara fisik dan emosional, dan sejumlah rekan medis kami sudah terhubung dengan respirator dan berjuang untuk hidup di berbagai ICU.”

“Sebentar lagi kita akan kekurangan respirator. Kami punya banyak alasan untuk takut. Kami memang sangat ketakutan karena kami merasa bahwa kami sendirian menghadapi warga kita yang sangat membutuhkan bantuan,” tambah pernyataan itu.

Ketika provinsi-provinsi di seluruh negera itu mendapat konfirmasi kasus virus corona pertama mereka, kemudian melaporkan kematian pertama mereka, para dokter muncul di media sosial untuk menunjukkan perlindungan darurat, kadang-kadang menggunakan jas hujan plastik murah yang ditempelkan erat-erat di sekitar torso mereka. Petugas kesehatan lainnya terpaksa menggunakan kantong sampah besar.

- Newsletter -

Di kota-kota besar dan kecil, para sukarelawan membaca manual tentang cara mengubah wadah minuman plastik menjadi masker penutup untuk fasilitas yang kehabisan pasokan masker standar N-95.

“Departemen Kesehatan punya cukup waktu untuk membuat perencanaan sejak kasus-kasus pertama yang dilaporkan pada awal Februari karena perkiraan dan langkah-langkah untuk memperlambat sudah tersedia,” kata Dr. tony Leachon kepada LiCAS.news

“Mereka mengirim pasukan ke medan perang tanpa senjata,” kata ahli penyakit dalam dan jantung itu, yang selama lebih dari satu dekade telah membantu badan kesehatan pemerintah mempermudah layanan mereka.

Tetapi spesialis penyakit menular, Dr. Edsel Salvana, membela pemerintah, dengan mengatakan peraturan karantina sebagian besar didasarkan pada masukan dari kelompok penasihat teknis mereka.

Pengunjuk rasa menyerukan layanan kesehatan gratis saat demonstrasi di Manila pada 12 Maret menjelang deklarasi “perluasan karantina masyarakat.” (Foto oleh Jire Carreon)

Kejar ketertinggalan

Presiden Rodrigo Duterte memberlakukan lockdown di pulau Luzon pada 16 Maret. Setelah sepuluh hari membatasi pergerakan orang, jalan-jalan tetap kosong di ibukota.

Presiden menandatangani pada 24 Maret sebuah undang-undang yang memberinya wewenang luar biasa untuk menyiapkan dana negara untuk kebutuhan layanan medis garis depan dan layanan kesejahteraan sosial untuk 18 juta warga miskin.

Pemerintahnya sedang berjuang untuk mengejar ketertinggalan setelah gelombang protes dari jutaan pencari nafkah harian yang tiba-tiba kehilangan pendapatan. Para pejabat juga mengeluarkan perintah kontradiktif yang menghambat aliran pasokan ke industri kritis.

“Bayanihan to Heal as One Act” juga memungkinkan Duterte untuk mengendalikan bisnis swasta dalam keadaan khusus, dan membebaskan lembaga-lembaga penting dari birokrasi pengadaan barang.

Presiden, dalam pidato yang disiarkan televisi, memperingatkan para pejabat di lembaga-lembaga di bawah satuan tugas khusus bahwa mereka akan menghadapi sanksi jika mereka menahan pembelian dan distribusi pasokan yang sangat dibutuhkan.

Beberapa jam sebelum Duterte berbicara, Ketua DPR Filipina Alan Cayetano, pasangannya dalam pemilu 2016, menampik laporan bahwa rumah sakit kekurangan alat pelindung sebagai “berita palsu.”

Warga Manila berbaris di luar sebuah toko obat untuk membeli vitamin dan obat-obatan di tengah penerapan “perluasan karantina masyarakat” di ibukota Filipina. (Foto oleh Vincent Go)

Mimpi buruk

Keempat rumah sakit swasta yang meminta bantuan telah menangani sebagian besar kasus penularan awal di Metro Manila. Penyakit ini juga telah menyebabkan banyak kematian di Rumah Sakit San Lazaro yang dikelola pemerintah, RS Paru-Paru Filipina, dan RS Jantung Filipina.

Pejabat di sejumlah provinsi mengaitkan sebagian besar kasus baru di tempat mereka terkait dengan eksodus warga Metro Manila tepat sebelum lockdown  yang menutup jalur transportasi udara, laut, dan darat.

Pemerintah telah memberikan cukup waktu untuk gerakan massa “untuk tujuan kemanusiaan,” kata Salvana.

Rumah sakit telah mendirikan tenda khusus untuk mencegah pasien dan staf yang dirawat dari paparan infeksi tambahan.

Ketika rumah sakit yang kewalahan menurunkan operasi, kelompok dokter membuat sistem konsultasi online gratis untuk pasien dan membuka hotline bagi mereka yang tidak memiliki akses ke internet.

Para profesional medis memperingatkan bahwa jika tidak ada penambahan tes dan distribusi peralatan, penularan virus corona  dapat melumpuhkan sistem kesehatan yang hanya memiliki satu dokter untuk 33.000 warga.




Lembaga Penelitian untuk Pengobatan Tropis, yang telah berfungsi sebagai satu-satunya pusat pengujian di negara itu selama berbulan-bulan, telah melihat pasien sekarat sebelum hasil tes keluar.
Sementara protokol asli menjanjikan hasil dalam waktu 48 jam, beberapa pasien bahkan menunggu selama hampir dua minggu saat mereka berjuang untuk hidup mereka.

Departemen Kesehatan mengatakan pihaknya memperkirakan peningkatan jumlah kasus positif karena lima rumah sakit yang terakreditasi meluncurkan fasilitas pengujian di Metro Manila dan sejumlah provinsi.

Dengan empat juta orang tinggal di daerah kumuh ibukota Manila, mimpi terburuk pemerintah adalah transmisi virus ini pada masyarakat di desa-desa dengan kualitas layanan kesehatan sangat minim.

Tetapi bahkan dengan kedatangan 100.000 alat tes dari Cina, Departemen Kesehatan mengatakan hanya akan melakukan tes bagi yang menunjukkan gejala serius.

Para dokter terus mengirim pulang orang-orang tanpa gejala, bahkan meskipun mereka memiliki kemungkinan kontak dengan pasien positif.

Walikota Manila Francisco Moreno Domagoso dan Walikota Pasig Vico Sotto telah meminta jaringan hotel ekonomi untuk meminjamkan tempat mereka untuk fasilitas karantina khusus.

Keduanya menekankan perlunya melindungi komunitas yang lebih miskin di mana kondisinya tidak memungkinkan untuk mengkarantina orang yang dicurigai membawa penyakit.

Rencana kedatangan 10.000 pekerja dari industri kapal pesiar yang lumpuh akibat virus corona juga membuat pusing karena semua harus dikarantina selama dua minggu.

© Copyright LiCAS.news. All rights reserved. Republication of this article without express permission from LiCAS.news is strictly prohibited. For republication rights, please contact us at: [email protected]

Support Our Mission

We work tirelessly each day to tell the stories of those living on the fringe of society in Asia and how the Church in all its forms - be it lay, religious or priests - carries out its mission to support those in need, the neglected and the voiceless.
We need your help to continue our work each day. Make a difference and donate today.

Latest