Pemimpin gereja Katolik di Korea kembali mendesak masyarakat di semenanjung itu untuk memulihkan “semangat komunitas” dan mendorong agar perdamaian sejati berkuasa di negara itu.
Kardinal Andrew Soo-jung Yeom, uskup agung Seoul dan administrator apostolik Pyongyang, membuat seruan tersebut sebelum perayaan dedikasi Keuskupan Pyongyang di Korea Utara kepada Bunda Maria dari Fatima pada 15 Agustus.
Dalam pesannya, kardinal itu mengungkapkan harapannya bahwa kedua negara “akan membuka hati mereka dan mulai berbicara untuk perdamaian sejati” setelah konflik selama beberapa dekade.
Kardinal Yeom juga mendesak kedua negara untuk terlibat dalam “dialog atas dasar rasa saling percaya, bukan paksaan.”
“Saya percaya tugas mendesak saat ini adalah untuk memulihkan semangat komunitas di mana setiap orang dapat bergabung dengan damai dalam persatuan dan hidup berdampingan,” katanya.
Prelatus itu menekankan bahwa perdamaian sejati hanya dapat dicapai jika orang memandang satu sama lain sebagai ciptaan Tuhan.
Gereja Katolik di Korea telah melakukan berbagai upaya untuk mendorong persatuan dan perdamaian di semeanjung itu di tengah ketegangan antara kedua negara.
Prelatus itu mengatakan pandemi virus corona semakin memperburuk “perpecahan ideologis, prevalensi kondisi yang mengancam jiwa, dan polarisasi kekayaan” antara kedua Korea.
“Kami dipanggil oleh Tuhan untuk melayani sebagai ‘rasul perdamaian’ melalui doa, pertobatan, pengorbanan, dan pelayanan,” kata kardinal seperti dikutip oleh Vatican News.
Dia mengundang para pemimpin Korea dan publik untuk membantu “membangun perdamaian sejati di tanah itu dengan mengatasi kecemasan dan ketidakpercayaan yang telah merasuki setiap aspek masyarakat kita.”
Prelatus itu juga mendesak umat beriman untuk memohon perantaraan Santa Perawan Maria “agar membawa perdamaian sejati dalam masyarakat kita.”
“Saya berharap harinya akan segera tiba ketika Gereja Korea Utara dapat kembali memuji Tuhan dalam kegembiraan dan damai melalui perlindungan dan perantaraan Bunda Maria,” katanya.
Kardinal Yeom mengatakan bahwa sekarang “tidak ada satu pun imam di Korea Utara yang dapat melakukan pelayanannya.”
Dia mengatakan negara itu membutuhkan “anugerah khusus dari Tuhan untuk memperbaiki kenyataan yang menyedihkan ini.”
Dedikasi Keuskupan Pyongyang kepada Bunda Maria dari Fatima dilakukan saat warga Korea memperingati 75 tahun pembebasan Korea dari pemerintahan kolonial dan peringatan 70 tahun pecahnya Perang Korea.
Korea dibebaskan dari penjajahan Jepang pada 15 Agustus 1945.
Prelatus itu mengatakan konflik tersebut telah menyebabkan rasa sakit yang tak terkatakan dan penderitaan bagi semua orang Korea.
Ia mengatakan bahwa umat beriman semakin menderita karena gereja dan biara ditutup selama perang, dan orang-orang gereja, termasuk umat beriman, ditahan, disiksa, dan dibunuh.
Kardinal Yeom mengutip pengorbanan dari “Hamba Tuhan” Uskup Francis Borgia Hong Yong-ho dan 80 rekannya “yang mempertahankan iman mereka sampai akhir.
Uskup Yong-ho dan rekan-rekannya menjadi “martir dari penganiayaan yang dilakukan oleh rezim Stalinis Kim Il-Sung” pada tahun 1949.
Sejak didirikan pada tahun 1927, ini adalah pertama kalinya Keuskupan Pyongyang diresmikan.
Upacara peresmian akan diadakan di Katedral Myeongdong di Seoul.
Kardinal mengatakan perkembangan itu “penting mengingat persatuan spiritual antara Keuskupan Pyongyang dan Keuskupan Agung Seoul.”
Kardinal Yeom mengatakan Paus Fransiskus “berjanji untuk mempersembahkan doa khusus memohon perlindungan Santa Perawan Maria” bagi Keuskupan Pyongyang pada hari peresmian.
Prelatus itu mengungkapkan keinginannya agar suatu hari nanti warga dari kedua negara akan dapat berbagi kegembiraan Santa Perawan Maria.