Home LiCAS.news Bahasa Indonesia News (Bahasa) Pemerintah Filipina usir misionaris Katolik asal Belanda

Pemerintah Filipina usir misionaris Katolik asal Belanda

Pemerintah Filipina membatalkan ijin tinggal permanen seorang misionaris Katolik asal Belanda dan memerintahkannya untuk meninggalkan negara itu atas dugaan keterlibatannya dalam “kegiatan politik ilegal”.

Otto Rudolf De Vries, seorang misionaris berusia 62 tahun dari Keuskupan Rotterdam, Belanda, menerima perintah tersebut pada 3 Februari ketika dia akan memperbarui visanya di kantor imigrasi di Manila.

Perintah tersebut berawal dari surat dari Badan Koordinasi Intelijen Nasional kepada biro Imigrasi para 10 Desember 2019, yang menuduh De Vries telah “terlibat dan secara aktif berpartisipasi dalam demonstrasi organisasi komunis-teroris.”




Surat tersebut menunjukkan bahwa De Vries terlihat dalam beberapa pertemuan politik yang dipimpin oleh Lembaga Ekumenis untuk Riset dan Pendidikan Tenaga Kerja (EILER) dan pusat buruh Kilusang Mayo Uno.

Badan intelijen telah menandai kedua organisasi tersebut memiliki hubungan dengan gerakan komunis bawah tanah.

Divisi hukum kantor imigrasi mengarahkan De Vries untuk menyerahkan kontra-afidavitnya pada 23 Januari 2020, tetapi misionaris itu “memilih untuk tidak melakukannya.”

Dalam wawancara dengan LiCAS.news, De Vries mengatakan dia tidak pernah menerima komunikasi atau pemberitahuan apapun dari badan intelijen dan biro imigrasi sampai dia mendatangi kantor imigrasi.

“Saya tidak diberitahu tentang proses apapun dan tidak dapat menyangkal tuduhan jahat [badan intelijen],” katanya.

- Newsletter -

De Vries diberi waktu 30 hari setelah menerima perintah itu untuk meninggalkan Filipina.

Perintah tersebut ditandatangani dan disetujui oleh Dewan Komisaris biro pada 27 November 2020, beberapa minggu setelah Undang-Undang Anti-Terorisme diberlakukan.

De Vries tiba di Filipina pada tanggal 11 Mei 1991, untuk bekerja sebagai misionaris awam atas permintaan Uskup Prelatur Infanta, mendiang Mgr. Julio Xavier Labayen.

Misionaris itu mengatakan seruan Uskup Labayen untuk menghayati “Gereja orang miskin” mengilhaminya untuk terjun ke dalam “realitas sehari-hari para pekerja.”

Uskup Ronald Philippe Bar, pensiunan uskup Rotterdam, menulis surat kepada Uskup Labayen pada tanggal 17 Mei 1991, menyerahkan De Vries ke yurisdiksi dan tanggung jawabnya. Sejak itu, De Vries melapor ke Prelat Infanta.

“Selama tahun-tahun itu, saya secara teratur melaporkan tentang misi saya kepada Uskup Labayen, termasuk situasi para pekerja yang memburuk,” kata De Vries.

De Vries berkata bahwa pekerjaannya berlanjut di bawah penerus Uskup Labayen, Uskup Agung Rolando Tria Tirona, dan saat ini dengan Uskup Bernardino Cruz Cortez.

Ia mengatakan para uskup “secara konsisten menekankan pentingnya misi semacam itu bagi Gereja,” yang telah memotivasinya untuk dilanjutkan.

Aktivis buruh dan hak asasi manusia mengadakan demonstrasi memprotes pembatalan visa bagi Otto Rudolf De Vries, 62, seorang misionaris awam dari Keuskupan Rotterdam di Belanda, di Manila pada 17 Februari. (Foto oleh Mark Saludes)

De Vries sudah menetap dan bekerja di Filipina selama sekitar 30 tahun dan tinggal di komunitas miskin perkotaan di kota Pasig selama 20 tahun.

Saat ini ia menjadi peneliti relawan untuk EILER, sebuah lembaga yang memberikan pendidikan dan penelitian untuk kelompok buruh dan serikat pekerja.

Ia mengatakan kehadirannya dalam aksi protes dan kunjungan ke tempat kerja adalah bagian dari pekerjaannya sebagai peneliti.

Rochelle Porras, direktur eksekutif EILER, mengatakan pembatalan visa De Vries “dilakukan tanpa sebab yang sah dan legal”. Ia menambahkan bahwa “tanda merah” terhadap EILER adalah tindakan tidak bertanggung jawab dan sembrono.

“Kami mengutuk keras serangan terang-terangan ini terhadap institusi kami, dan kami mengecam keras upaya terus menerus dari pemerintahan saat ini untuk melemahkan dan mencoreng kelompok dan pendukung para buruh,” katanya.

Elmer Labog, ketua Kilusang Mayo Uno, mengatakan De Vries “telah memberi contoh dan mengkonkritkan misi untuk membangun Gereja bagi orang miskin.”

“Selama bertahun-tahun, dia melebur diri di tempat kerja dan komunitas untuk mempelajari kondisi pekerja Filipina,” katanya.

Pemimpin buruh itu meminta pemerintah untuk mengakui upaya dan karya De Vries bagi pekerja Filipina, bukannya memfitnah dan melecehkannya.

Pastor Eric Adoviso, kepala Komisi Perburuhan Keuskupan Agung Manila, mengatakan De Vries telah “banyak memberikan kontribusi dalam pemahaman kita” tentang kondisi dan penderitaan para pekerja.

Imam itu juga mendesak Biro Imigrasi untuk “meninjau dan mempertimbangkan kembali” perintahnya untuk mengirim misionaris Belanda itu kembali ke negara asalnya.

© Copyright LiCAS.news. All rights reserved. Republication of this article without express permission from LiCAS.news is strictly prohibited. For republication rights, please contact us at: [email protected]

Support Our Mission

We work tirelessly each day to tell the stories of those living on the fringe of society in Asia and how the Church in all its forms - be it lay, religious or priests - carries out its mission to support those in need, the neglected and the voiceless.
We need your help to continue our work each day. Make a difference and donate today.

Latest