Home LiCAS.news Bahasa Indonesia Features (Bahasa) Mengubah budaya kekerasan menjadi damai di wilayah bermasalah India

Mengubah budaya kekerasan menjadi damai di wilayah bermasalah India

Dua puluh tahun yang lalu, seorang novis muda mengalami sesuatu yang mengerikan ketika dia ditempatkan di sebuah lembaga milik Yesuit di kota Kiphire di Nagaland, sebuah negara bagian di timur laut India.

Saat insiden yang terjadi November 1997, enam pemberontak separatis bersenjata memasuki kampus Sekolah Loyola dan menahan kepala sekolah dan wakil kepala sekolah di bawah todongan senjata sambil meminta uang tebusan. Novis itu, C P Anto, memohon kepada mereka dan mencari waktu untuk berbicara dengan atasan mereka.

Setelah banyak protes, para pemberontak itu pergi tanpa melukai siapa pun, tetapi insiden itu sangat memperngaruhi novis muda itu. Peristiwa itu terus menghantuinya bahkan setelah dia menjadi imam




Karena pengalaman inilah Pastor C P Anto, sekarang seorang misionaris Katolik di Keuskupan Kohima Nagaland, meluncurkan apa yang disebutnya Peace Channel (Kanal Perdamaian) untuk menciptakan ruang dialog dalam masyarakat sipil di wilayah timur laut bermasalah itu yang berpenduduk lebih dari 45 juta jiwa.

Wilayah ini terdiri dari delapan negara bagian – Arunachal Pradesh, Assam, Manipur, Meghalaya, Mizoram, Nagaland, Tripura dan Sikkim. Wilayah itu terbentang di antara Bhutan, Bangladesh, Myanmar dan Tiongkok. Pemberontakan dan perselisihan etnis telah memperlambat kemajuan dan aktivitas ekonominya.

Sejumlah konflik besar telah lama melanda wilayah tersebut. Kelompok pemberontak secara rutin memeras uang dari warga dan penculikan sering terjadi.

Dalam skenario seperti itu, membangun proses perdamaian yang berkelanjutan adalah satu-satunya jalan ke depan, kata Pastor Anto, yang telah menerima penghargaan karena mempromosikan perdamaian di tingkat akar rumput.

- Newsletter -

Pada tahun 2005, dia meluncurkan Peace Channel yang bertujuan untuk mengubah individu menjadi “pecinta perdamaian, pembawa damai, dan penggerak perdamaian” sehingga mengarahkan orang dari budaya kekerasan ke budaya damai.

Gerakan perdamaian yang sekarang beranggotakan 25.000 anak muda memiliki fokus utama pada mobilisasi anak-anak muda, terlepas dari kasta atau keyakinan mereka, di lembaga pendidikan dan daerah ke Klub Perdamaian untuk memastikan perdamaian dan harmoni di lingkungan mereka, kata Pastor Anto.

Klub Perdamaian memfasilitasi program pelatihan dan pengembangan kapasitas bagi para anggotanya dan membuat mereka tetap terhubung melalui sejumlah program tingkat distrik dan negara bagian serta pertukaran budaya, katanya.

 Obed Anar, salah seorang petugas, berinteraksi dengan peserta program pelatihan Peace Channel bagi tokoh masyarakat di Koloni Netaji, Dimapur, Nagaland. (Foto milik Peace Channel)

Garrol Lotha, koordinator Saluran Perdamaian, mengatakan kaum muda harus menjadi katalisator perubahan di mana pun mereka berada. “Jadi, kami memiliki mediasi sebaya, di mana siswa dari kelompok usia yang sama menyelesaikan perselisihan antara dua orang atau kelompok kecil,” kata Lotha.

Kaum muda juga diajari bagaimana melakukan intervensi, baik dalam masalah yang terkait dengan media sosial, kekerasan dalam rumah tangga, kesulitan atau pelecehan hubungan, curang dan mencuri, perkelahian antar geng, konfrontasi rasial dan budaya, vandalisme, intimidasi, serangan ringan atau pertengkaran, katanya.

Untuk membantu mempromosikan pesan Peace Channel, Lotha mengatakan bahwa mereka membentuk ‘Band Perdamaian’ – sebuah tim musisi dan artis yang berkeliling Nagaland melakukan konser dan pertunjukan jalanan.

Lotha mengatakan ada juga Festival Perdamaian Pemuda tahunan dan Reli Damai yang mempertemukan ribuan pemuda dalam berbagi ide dan budaya. Konsultasi antaragama dan seminar tingkat negara bagian juga diadakan, kata Lotha.




Peace Channel juga memberi penghargaan kepada mereka yang telah berkontribusi dalam mendorong perdamaian dan pendidikan perdamaian di Nagaland, kata Pastor Anto, yang juga merupakan pendiri-kepala Institut Penelitian dan Ilmu Sosial Timur Laut, lembaga pertama di India yang menangani studi Perdamaian dan Transformasi Konflik.
Seno Tsuhah, yang mendapat penghargaan dari Peace Channel atas kontribusinya terhadap hak-hak perempuan, pengelolaan sumber daya alam dan kehidupan yang berkelanjutan, mengatakan “pemberdayaan perempuan menaburkan benih perdamaian”.

“Proses perdamaian sangat kompleks dengan perbedaan kepentingan, aktor dan emosi yang dimainkan membuatnya lebih sulit karena faktor kekerasan yang menyeluruh. Tetapi inisiatif perdamaian seperti ini menawarkan janji untuk mengakhiri konflik etnis yang penuh kekerasan,” katanya.

Mhonbemo M Kikon, seorang siswa di Sekolah Menengah Atas St. Klara di Kacharigaon, Dimapur, mengatakan: “Peace Channel adalah tempat di mana orang asing menjadi teman seumur hidup.”

“Melalui Klub Perdamaian saya belajar bahwa perdamaian selalu dimulai dengan diri sendiri dan kemudian ditularkan kepada orang lain dengan mengikuti nilai dan prinsip universal tertentu,” katanya.

Mahasiswa Institut Musik Perdamaian berpose untuk foto bersama dengan sertifikat mereka setelah menyelesaikan pelatihan pembangunan perdamaian. (Foto milik Peace Channel)

Rijuwana Begum, seorang siswa dari Neingulie Memorial High School, Dimapur mengatakan pengalamannya selama tiga tahun di Peace Club sangat luar biasa.

“Saya adalah orang yang pemarah dan pemberontak, tetapi setelah bergabung dengan Klub Perdamaian saya belajar nilai perdamaian,” katanya. “Saya telah belajar untuk menyalurkan amarah saya dengan cara yang positif. Setiap kali saya merasa marah, saya akan bermeditasi dan menenangkan diri. Saya sekarang lebih terbuka untuk mempelajari hal-hal baru, lebih percaya diri dan tegas.”

Amachon Ramror, yang sedang dalam tahun terakhir belajar di Don Bosco College di negara bagian itu, mengatakan bahwa seniornya menginspirasinya untuk bergabung dengan Peace Club.

“Saya belajar bagaimana menyelesaikan konflik pribadi dan bagaimana menggunakan alat mediasi yang dapat membawa solusi damai atas perselisihan yang kita hadapi,” katanya.

Pastor Anto mengatakan bahwa bekerja sama dengan lembaga-lembaga lain yang berpikiran sama, Peace Channel telah berhasil menyelesaikan banyak situasi konflik di negara bagian itu.

“Impian saya adalah menjadikan Nagaland India sebagai negara bagian paling damai pada tahun 2030,” tambahnya.

© Copyright LiCAS.news. All rights reserved. Republication of this article without express permission from LiCAS.news is strictly prohibited. For republication rights, please contact us at: [email protected]

Support Our Mission

We work tirelessly each day to tell the stories of those living on the fringe of society in Asia and how the Church in all its forms - be it lay, religious or priests - carries out its mission to support those in need, the neglected and the voiceless.
We need your help to continue our work each day. Make a difference and donate today.

Latest