Home LiCAS.news Bahasa Indonesia News (Bahasa) Pejabat PBB minta Sri Lanka menghentikan kremasi paksa

Pejabat PBB minta Sri Lanka menghentikan kremasi paksa

Sekelompok pakar hak asasi manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa mendesak pemerintah Sri Lanka untuk mengakhiri kebijakan kremasi paksa terhadap Muslim yang meninggal dunia karena COVID-19.

Dalam sebuah pernyataan, tiga pelapor khusus PBB memperingatkan bahwa kebijakan tersebut dapat memperburuk prasangka, intoleransi, dan kekerasan yang ada.

“Pemberlakuan kremasi sebagai satu-satunya pilihan untuk menangani jenazah yang dikonfirmasi atau diduga COVID-19 merupakan pelanggaran hak asasi manusia,” bunyi pernyataan para ahli.




“Belum ada bukti medis atau ilmiah yang terbangun di Sri Lanka atau negara lain bahwa penguburan mayat menyebabkan peningkatan risiko penyebaran penyakit menular seperti COVID-19,” kata mereka.

Pernyataan tersebut ditandatangani oleh Ahmed Shaheed, pelapor khusus tentang kebebasan beragama atau berkeyakinan, Fernand de Varennes, pelapor khusus tentang masalah minoritas, dan Clement Nyaletsossi Voule, pelapor khusus tentang hak berkumpul secara damai.

Sebelumnya, sebuah kelompok hak asasi manusia Kristen mengecam keputusan Sri Lanka yang mengkremasi semua korban COVID-19 meskipun ada permintaan dunia internasional untuk mengizinkan umat Islam menguburkan mayat kerabat mereka sesuai dengan kebiasaan Islam.

“Penolakan terhadap hak penguburan hanya menambah penghinaan terhadap Muslim,” kata Mervyn Thomas, presiden kelompok Solidaritas Kristen Sedunia.

- Newsletter -

Ia menambahkan bahwa serangan terhadap Muslim di negara itu telah terjadi selama bertahun-tahun karena kebencian dan hasutan yang disebarkan oleh nasionalis religius sayap kanan.

Pada tanggal 27 Januari, sedikitnya ada 288 kematian terkait COVID-19 dilaporkan di Sri Lanka, dan banyak dari mereka yang meninggal adalah Muslim.

Bagi komunitas Muslim Sri Lanka, yang mencakup 9 persen  dari populasi negara itu, penguburan adalah wajib menurut hukum Islam.

Semua jenazah dikremasi sesuai dengan amandemen keempat Pedoman Pelaksanaan Klinis Sementara COVID-19 pada pasien terduga dan pasien terkonfirmasi virus corona yang dikeluarkan pada 31 Maret 2020.

“Keputusan untuk mewajibkan kremasi diduga mengikuti saran ahli, termasuk kepala ahli epidemiologi yang mengklaim bahwa penguburan dapat mencemari air minum di tanah,” bunyi pernyataan pakar HAM PBB itu.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebelumnya mengatakan bahwa tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa penguburan mencegah penyebaran penyakit.

Bahkan College of Community Physicians of Sri Lanka dan Sri Lanka Medical Association sudah mengeluarkan pernyataan yang mengklarifikasi bahwa tidak ada bukti bahwa penguburan mayat COVID-19 membahayakan kesehatan masyarakat.

Para pakar PBB menyesalkan penerapan keputusan kesehatan masyarakat “berdasarkan diskriminasi, nasionalisme agresif, dan etnosentrisme yang merupakan penganiayaan terhadap Muslim dan minoritas lainnya di negara ini.”

© Copyright LiCAS.news. All rights reserved. Republication of this article without express permission from LiCAS.news is strictly prohibited. For republication rights, please contact us at: [email protected]

Support Our Mission

We work tirelessly each day to tell the stories of those living on the fringe of society in Asia and how the Church in all its forms - be it lay, religious or priests - carries out its mission to support those in need, the neglected and the voiceless.
We need your help to continue our work each day. Make a difference and donate today.

Latest