Orang-orang Kristen di Afghanistan mengatakan bahwa mereka sangat takut akan masa depan mereka yang tidak pasti di bawah pemerintahan Taliban. Para pemimpin Kristen mengatakan bahwa kapan serangan akan dimulai terhadap komunitas Kristen hanya masalah waktu saja.
“Kami memberitahu warga untuk diam di rumah mereka karena keluar sekarang terlalu berbahaya,” kata seorang pemimpin Kristen di Afghanistan dalam sebuah laporan International Christian Concern (ICC).
Pria itu – yang namanya dirahasiakan karena alasan keamanan- mengatakan kepada ICC bahwa orang-orang Kristen di negara itu khawatir bahwa Taliban akan segera menyerang komunitas Kristen.
“Sejumlah orang Kristen yang dikenal sudah mendapat ancaman lewat telepon,” kata seorang pemimpin Kristen. “Dalam panggilan telepon itu, orang-orang tak dikenal mengatakan, ‘Kami datang untukmu.'”
Mereka takut bahwa serangan terhadap mereka hanya masalah waktu saja. “Itu akan dilakukan dengan gaya mafia,” kata pemimpin Kristen itu. “Taliban tidak akan pernah bertanggung jawab atas pembunuhan.”
Kehidupan di bawah pemerintahan Taliban akan sangat sulit bagi orang Kristen, kata pria itu.
Ia mengatakan ketika Taliban menguasai sebuah desa, mereka akan meminta semua warga untuk pergi ke masjid untuk berdoa dan saat itulah mereka akan mengusir setiap orang yang sudah menjadi Kristen.
Menurut laporan ICC, di beberapa wilayah utara Afghanistan, Taliban telah menerapkan interpretasi yang ketat terhadap hukum syariat.
“Laki-laki diharuskan menumbuhkan janggut, perempuan tidak bisa meninggalkan rumah tanpa pendamping laki-laki, dan hidup menjadi lebih berbahaya,” kata laporan itu.
“Banyak orang Kristen takut Taliban akan mengambil anak-anak mereka, baik perempuan maupun laki-laki, seperti di Nigeria dan Suriah,” kata pemimpin Kristen itu.
“Anak perempuan akan dipaksa menikah dengan pejuang Taliban dan anak laki-laki akan dipaksa menjadi tentara,” tambahnya.
“Ini adalah hari yang memilukan bagi warga Afghanistan dan bahkan saat yang berbahaya untuk menjadi seorang Kristen,” bunyi pernyataan direktur lapangan Open Doors untuk Asia, sebuah misi non-denominasi yang mendukung orang-orang Kristen yang teraniaya.
“Sekarang adalah situasi yang tidak pasti untuk seluruh negara, bukan hanya bagi orang-orang beriman secara rahasia,” tambahnya.
Menurut Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan, hingga 21 Mei, sekitar 100.000 orang telah mengungsi akibat konflik di Afghanistan tahun ini.
Sejak itu, jumlahnya meningkat lebih dari dua kali lipat.
Sebelum diambilalih Taliban, Open Doors menempatkan Afghanistan di urutan kedua dalam Daftar Pengawasan Dunia tentang persekusi “hanya beda sedikit dari Korea Utara.”
Komunitas Kristen Afghanistan, diperkirakan berjumlah antara 10.000 dan 12.000, sebagian besar terdiri dari orang yang pindah dari Islam dan dianggap sebagai kelompok minoritas agama terbesar di negara itu.
Karena penganiayaan terus berlanjut, komunitas Kristen sebagian besar tetap tertutup dan tersembunyi dari mata publik.
Para pemimpin Kristen mengatakan orang-orang Kristen mualaf di Afghanistan dianggap sebagai sasaran langsung penganiayaan oleh kelompok-kelompok ekstremis.
Di Afghanistan, meninggalkan Islam dianggap sangat memalukan dan orang-orang mualaf dapat menghadapi konsekuensi yang mengerikan jika perpindahan mereka diketahui.